Selasa, 26 Mei 2015

KONFLIK SOSIAL DALAM MASYARAKAT


KARYA ILMIAH KONFLIK SOSIAL DALAM MASYARAKAT

D
I
S
U
S
U
N
OLEH :

HERI SYAHPUTRA
REGULER A 2010


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2015


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Kita sebagai makhluk sosial yang melakukan interaksi dengan masyarakat yang ada di sekitar kita pasti pernah mengalami suatu pertentangan atau perbedaan dengan orang – orang yang ada di sekitar kita. Pertentangan ini yang nantinya akan menjadi sebuah konflik yang jika dibiarkan akan menjadi suatu masalah yang akan membesar. Bisa dikatakan bahwa konflik merupakan suatu proses sosial antara satu orang atau lebih yang mana salah seorang di antaranya berusaha menyingkirkan pihak lain.
Seperti yang dikatakan salah satu teori dari Karl Marx yang melihat masyarakat manusia sebagai sebuah proses perkembangan yang akan menyudahi konflik melalui konflik. Kalau kita melihat dari teori tersebut, bias kita simpulkan bahwa kita sebagai masyarakat tidak bisa menghindari adanya konflik yang pastinya akan terjadi di kehidupan kita. Contoh kecil dari konflik yaitu dari lingkungan keluarga, terkadang kita mengalami perbedaan pendapat dengan salah satu anggota keluarga, yang nantinya pasti akan menjadi sebuah konflik karena konflik terjadi karena beberapa penyebab yang masing – masing mempunyai jalan tersendiri untuk menyelesaikan konflik tersebut.

Konflik dilatar belakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawa sertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. Sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.


B.    Rumusan Masalah
1.    Apakah pengertian dari konflik sosial ?
2.    Apa saja yang menjadi bentuk bentuk konflik sosial ?
3.    Faktor faktor apa saja yang dapat menimbulkan konflik sosial ?
4.    Apa sajakah dampak yang dapat di timbulkan oleh konflik ?
5.    Bagaimana kita mencegah dan menyelesaikan konflik ?

C.    Tujuan penulisan
1.    Untuk mengetahui apa itu konflik sosial.
2.    Untuk mengetahui apa apa saja dari konflik sosial itu.
3.    Untuk mengetahui apa apa saja teori yang mendasari konflik sosial itu.
4.    Untuk mengetahui apa yang mendasari terjadinya konflik sosial.
5.    Untuk mengetahui bagaimana cara menyelesaikan konflik.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Konflik Sosial.
Secara Etimologi konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.Konflik dilatar belakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawa sertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. Sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.
Sementara itu, konflik tidak selalu bersifat negatife seperti yang diduga orang banyak. Apabila ditelaah secara seksama, konflik mempunyai fungsi positif, yakni sebagai pengintegrasi masyarakat dan sebagai sumber perubahan.

    Pengertian konflik menurut beberapa parah ahli antara lain :
•    Menurut Ramlan Subakti (1992:8), konflik adalah perbedaan pendapat, perdebatan, persaingan, bahkan pertentangan dan perebutan dalam upaya mendapatkan dan atau mempertahankan nilai-niai. Oleh karena itu, menurut pandangan konflik, pada dasarnya politik adalah konflik. Pandangan ini ada benarnya sebab konflik merupakan gejala yang serba hadir dalam masyarakat, termasuk dalam proses politik. Selain itu, konflik merupakan gejala yang melekat dalam setiap proses politik.
•    Menurut Muchlas ( 1999 ), Dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan bentuk minteraktif yang terjadi pada tingkatan individual, interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi. Konflik ini terutama pada tingkatan individual yang sangat dekat hubungannya dengan stres.
•    Menurut Pace and Faules ( 1994: 249 ),Konflik merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain, kelompok dengan kelompok lain karena beberapa alasan. Dalam pandangan ini, pertikaian menunjukkan adanya perbedaan antara dua atau lebih individu yang diekspresikan, diingat, dan dialami.
•    Menurut Robbin (1996), keberadaan konflik dalam organisasi ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik di dalam organisasi maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada konflik maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan.
•    Menurut minnery (1985), konflik organisasi merupakan interaksi antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling tergantung, namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan.
•    Devito ( 1995 : 381 ) Interaksi yang disebut komunikasi antara individu yang satu dengan yang lainnya, tak dapat disangkal akan menimbulkan konflik dalam level yang berbeda – beda.

B.    Jenis jenis Konflik Sosial.
Konflik yang terjadi dalam Masyarakat dapat dibedakan menjadi beberapa macam, salah satunya dari segi pihak yang terlibat dalam konflik. Dari segi ini konflik dapat dibedakan sebagai berikut, yaitu :

•    Konflik Pribadi
Konflik terjadi dalam diri seseorang terhadap orang lain. Umumnya konflik pribadi diawali perasaan tidak suka terhadap orang lain, yang pada akhirnya melahirkan perasaan benci yang mendalam. Perasaan ini mendorong tersebut untuk memaki, menghina, bahkan memusnahkan pihak lawan. Pada dasarnya konflik pribadi sering terjadi dalam masyarakat.
•    Konflik Rasial
Konfilk rasial umumnya terjadi di suatu negara yang memiliki keragaman suku dan ras. Ras merupakan pengelompokan manusia berdasarkan ciri-ciri biologisnya, seperti bentuk muka, bentuk hidung, warna kulit, dan warna rambut. Secara umum ras di dunia dikelompokkan menjadi lima ras, yaitu Australoid, Mongoloid, Kaukasoid, Negroid, dan ras-ras khusus. Hal ini berarti kehidupan dunia berpotensi munculnya konflik juga jika perbedaan antarras dipertajam.
•    Konflik Antar kelas Sosial
Terjadinya kelas-kelas di masyarakat karena adanya sesuatu yang dihargai, seperti kekayaan, kehormatan, dan kekuasaan. Kesemua itu menjadi dasar penempatan seseorang dalam kelas-kelas sosial, yaitu kelas sosial atas, menengah, dan bawah. Seseorang yang memiliki kekayaan dan kekuasaan yang besar menempati posisi atas, sedangkan orang yang tidak memiliki kekayaan dan kekuasaan berada pada posisi bawah. Dari setiap kelas mengandung hak dan kewajiban serta kepentingan yang berbeda-beda. Jika perbedaan ini tidak dapat terjembatani, maka situasi kondisi tersebut mampu memicu munculnya konflik rasial.
•    Konflik Politik Antar golongan dalam Satu Masyarakat maupun antara Negara-Negara yang Berdaulat.
Dunia perpolitikan pun tidak lepas dari munculnya konflik sosial. Politik adalah cara bertindak dalam menghadapi atau menangani suatu masalah. Konflik politik terjadi karena setiap golongan di masyarakat melakukan politik yang berbeda-beda pada saat menghadapi suatu masalah yang sama. Karena perbedaan inilah, maka peluang terjadinya konflik antargolongan terbuka lebar. Contoh rencana undang-undang pornoaksi dan pornografi sedang diulas, masyarakat Indonesia terbelah menjadi dua pemikiran, sehingga terjadi pertentangan antara kelompok masyarakat yang setuju dengan kelompok yang tidak menyetujuinya.

•    Konflik Bersifat Internasional
Konflik internasional biasanya terjadi karena perbedaanperbedaan kepentingan di mana menyangkut kedaulatan negara yang saling berkonflik. Karena mencakup suatu negara, maka akibat konflik ini dirasakan oleh seluruh rakyat dalam suatu negara. Apabila kita mau merenungkan sejenak, pada umumnya konflik internasional selalu berlangsung dalam kurun waktu yang lama dan pada akhirnya menimbulkan perang antar bangsa.

C.    Bentuk Konflik Sosial.
Sasse (1981) mengajukan istilah yang bersinonim maknanya dengan nama conflict style, yaitu cara orang bersikap ketika menghadapi pertentangan. Conflict style ini memiliki kaitan dengan kepribadian. Maka orang yang berbeda akan menggunakan conflict style yang berbeda pada saat mengalami konflik dengan orang lain. Sedangkan Rubin (dalam Farida, 1996) menyatakan bahwa konflik timbul dalam berbagai situasi sosial, baik terjadi dalam diri seseorang individu, antar individu, kelompok, organisasi maupun antar negara. Ada banyak kemungkinan menghadapi konflik yang dikenal dengan istilah manajemen konflik.
Konflik yang terjadi pada manusia ada berbagai macam ragamnya, bentuknya, dan jenisnya. Soetopo (1999) mengklasifikasikan jenis konflik, dipandang dari segi materinya menjadi empat, yaitu:
•    Konflik tujuan
Konflik tujuan terjadi jika ada dua tujuan atau yang kompetitif bahkan yang kontradiktif.
•    Konflik peranan
Konflik peranan timbul karena manusia memiliki lebih dari satu peranan dan tiap peranan tidak selalu memiliki kepentingan yang sama.
•    Konflik nilai
Konflik nilai dapat muncul karena pada dasarnya nilai yang dimiliki setiap individu dalam organisasi tidak sama, sehingga konflik dapat terjadi antar individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan organisasi.
•    Konflik kebijakan
Konflik kebijakan dapat terjadi karena ada ketidaksetujuan individu atau kelompok terhadap perbedaan kebijakan yang dikemuka- kan oleh satu pihak dan kebijakan lainnya.

D.    Proses Konflik.
Karakter pribadi yang mencakup sistem nilai individual tiap orang dan karakteristik kepribadian, serta perbedaan individual bisa menjadi titik awal dari konflik. Kognisi dan personalisasi adalah persepsi dari salah satu pihak atau masing-masing pihak terhadap konflik yang sedang dihadapi. Kesadaran oleh satu pihak atau lebih akan eksistensi kondisi-kondisi yang menciptakan kesempatan untuk timbulnya konflik. Bilamana hal ini terjadi dan berlanjut pada tingkan terasakan, yaitu pelibatan emosional dalam suatu konflik yang akan menciptakan kecemasan, ketegangan, frustasi dan pemusuhan. Maksud adalah keputusan untuk bertindak dalam suatu cara tertentu dari pihak-pihak yang berkonflik. Maksud dari pihak yang berkonflik ini akan tercermin atau terwujud dalam perilaku, walaupun tidak selalu konsisten.

Menurut Robbins (1996) proses konflik terdiri dari lima tahap, yaitu:
1. Oposisi atau ketidakcocokan potensial.
2. Kognisi dan personalisasi.
3. Maksud.
4. Perilaku
5. Hasil.

Oposisi atau ketidakcocokan potensial adalah adanya kondisi yang mencipta-kan kesempatan untuk munculnya koinflik. Kondisi ini tidak perlu langsung mengarah ke konflik, tetapi salah satu kondisi itu perlu jika konflik itu harus muncul. Kondisi tersebut dikelompokkan dalam kategori: komunikasi, struktur, dan variabel pribadi. Komunikasi yang buruk merupakan alasan utama dari konflik, selain itu masalah-masalah dalam proses komunikasi berperan dalam menghalangi kolaborasi dan merangsang kesalahpahaman. Struktur juga bisa menjadi titik awal dari konflik. Struktur dalam hal ini meliputi: ukuran, derajat spesialisasi dalam tugas yang diberikan kepada anggota kelompok, kejelasan jurisdiksi, kecocokan anggota tujuan, gaya kepemimpinan, sistem imbalan, dan derajat ketergantungan antara kelompok-kelompok. Variabel pribadi juga bisa menjadi titik awal dari konflik. 
Pernahkah kita mengalami situasi ketika bertemu dengan orang langsung tidak menyukainya? Apakah itu kumisnya, suaranya, pakaiannya dan sebagainya. Karakter pribadi yang mencakup sistem nilai individual tiap orang dan karakteristik kepribadian, serta perbedaan individual bisa menjadi titik awal dari konflik. Kognisi dan personalisasi adalah persepsi dari salah satu pihak atau masing-masing pihak terhadap konflik yang sedang dihadapi. Kesadaran oleh satu pihak atau lebih akan eksistensi kondisi-kondisi yang menciptakan kesempatan untuk timbulnya konflik. Bilamana hal ini terjadi dan berlanjut pada tingkan terasakan, yaitu pelibatan emosional dalam suatu konflik yang akan menciptakan kecemasan, ketegangan, frustasi dan pemusuhan. Maksud adalah keputusan untuk bertindak dalam suatu cara tertentu dari pihak-pihak yang berkonflik. Maksud dari pihak yang berkonflik ini akan tercermin atau terwujud dalam perilaku, walaupun tidak selalu konsisten. Maksud dalam penanganan suatu konflik ada lima, yaitu:
•    Bersaing, tegas dan tidak kooperatif, yaitu suatu hasrat untuk memuaskan kepentingan seseorang atau diri sendiri, tidak peduli dampaknya terhadap pihak lain dalam suatu episode konflik.
•    Berkolaborasi, bila pihak-pihak yang berkonflik masing-masing berhasrat untuk memenuhi sepenuhnya kepentingan dari semua pihak, kooperatif dan pencaharian hasil yang bermanfaat bagi semua pihak.
•    Mengindar, bilamana salah satu dari pihak-pihak yang berkonflik mempunyai hasrat untuk menarik diri, mengabaikan dari atau menekan suatu konflik.
•    Mengakomodasi, bila satu pihak berusaha untuk memuaskan seorang lawan, atau kesediaan dari salah satu pihak dalam suatu konflik untuk menaruh kepentingan lawannya diatas kepentingannya.
•    Berkompromi, adalah suatu situasi di mana masing-masing pihak dalam suatu konflik bersedia untuk melepaskan atau mengurangi tuntutannya masing-masing.

Perilaku mencakup pernyataan, tindakan, dan reaksi yang dibuat an untuk menghancurkan pihak lain, serangan fisik yang agresif, ancaman dan ultimatun, serangan verbal yang tegas, pertanyaan atau tantangan terang-terangan terhadap pihak lain, dan ketidaksepakatan atau salah paham kecil. Hasil adalah jalinan aksi-reaksi antara pihak-pihak yang berkonflik dan menghasilkan konsekuensi. Hasil bisa fungsional dalam arti konflik menghasilkan suatu perbaikan kinerja kelompok, atau disfungsional dalam arti merintangi kinerja kelompok.oleh pihak-pihak yang berkonflik. Perilaku meliputi: upaya terang-terangan untuk menghancurkan pihak lain, serangan fisik yang agresif, ancaman dan ultimatun, serangan verbal yang tegas, pertanyaan atau tantangan terang-terangan terhadap pihak lain, dan ketidaksepakatan atau salahpaham kecil. Hasil adalah jalinan aksi-reaksi antara pihak-pihak yang berkonflik dan menghasilkan konsekuensi. Hasil bisa fungsional dalam arti konflik menghasilkan suatu perbaikan kinerja kelompok, atau disfungsional dalam arti merintangi kinerja kelompok.

Konflik sosial bisa terjadi pada setiap lapisan masyarakat dan golongan. Dengan suatu pertentangan yang bisa dijadikan ukuran untuk melakukan suatu pemberontakan, maka konflik tersebut tidak bisa dihindari lagi karena Pertentangan dikatakan sebagai konflik manakala pertentangan itu bersifat langsung, yakni ditandai interaksi timbal balik di antara pihakpihak yang bertentangan. Selain itu, pertentangan itu juga dilakukan atas dasar kesadaran pada masing-masing pihak bahwa mereka saling berbeda atau berlawanan . Dalam hubungannya dengan pertentangan sebagai konflik, Marck, Synder dan Gurr membuat kriteria yang menandai suatu pertentangan sebagai konflik. 
Pertama, sebuah konflik harus melibatkan dua atau lebih pihak di dalamnya; Kedua, pihak-pihak tersebut saling tarik-menarik dalam aksi-aksi saling memusuhi (mutualy opposing actions). Ketiga, mereka biasanya cenderung menjalankan perilaku koersif untuk menghadapi dan menghancurkan “sang musuh”. Keempat, interaksi pertentangan di antara pihak-pihak itu berada dalam keadaan yang tegas, karena itu keberadaan peristiwa pertentangan itu dapat dideteksi dan dimufakati dengan mudah oleh para pengamat yang tidak terlibat dalam pertentangan. Konflik dalam pengertian yang luas dapat dikatakan sebagai segala bentuk hubungan antar manusia yang bersifat berlawanan. Konflik adalah relasi-relasi psikologis yang antagonis, berkaitan dengan tujuan-tujuan yang tak bisa dipertemukan, sikap-sikap emosional yang bermusuhan, dan struktur-struktur nilai yang berbeda.
Konflik juga merupakan suatu interaksi yang antagonis mencakup tingkah laku lahiriah yang tampak jelas mulai dari bentuk perlawanan halus, terkontrol, tersembunyi, tak langsung, sampai pada bentuk perlawanan terbuka. Konflik dapat dikatakan sebagai suatu oposisi atau pertentangan pendapat antara orang-orang, kelompok-kelompok, organisasi-organisasi yang disebabkan oleh adanya berbagai macam perkembangan dan perubahan dalam bidang manajemen, serta menimbulkan perbedaan pendapat, keyakinan dan ide. Hocker & Wilmot (1991) memberikan definisi yang cukup luas terhadap konflik sebagai “an expressed struggle betwen at least two interdependent parties who perceive incompatibel goal, scarce rewards, and interference from the other parties in achieving their goals”. Seseorang dikatakan terlibat konflik dengan pihak lain jika sejumlah ketidaksepakatan muncul antara keduanya, dan masing-masing menyadari adanya ketidaksepakatan itu. Jika hanya satu pihak yang merasakan ketidaksetujuan, sedang yang lain tidak, maka belum bisa dikatakan konflik antara dua pihak. Dengan kata lain, dua pihak harus menyadari adanya masalah sebelum mereka berada di dalam konflik. Semua konflik seringkali dipandang sebagai pencapaian tujuan satu pihak dan merupakan kegagalan pencapaian tujuan pihak lain. Hal ini karena seringkali orang memandang tujuannya sendiri secara lebih penting, sehingga meskipun konflik yang ada sebenarnya merupakan konflik yang kecil, seolah-olah tampak sebagai konflik yang besar.
Konflik muncul diakibatkan salah satunya perebutan sumberdaya. Misalnya, jika dua orang duduk sebangku dalam kelas, maka bangku itu menjadi sumberdaya. Apabila salah satu pihak bertingkah laku seakanakan mau menguasai kamar, pihak lain akan terganggu maka terjadilah konflik diakibatkan sumberdaya. Pihak-pihak yang berkonflik saling tergantung satu sama lain, karena kepuasan seseorang tergantung perilaku pihak lain. Jika kedua pihak merasa tidak perlu untuk menyelesaikan masalah, maka perpecahan tidak dapat dihindari. Banyak konflik yang tidak terselesaikan karena masing-masing pihak tidak memahami sifat saling ketergantungan. Selama ini konflik sering dihubungkan dengan agresi. Broadman & Horowitz  menyatakan bahwa konflik dan agresi merupakan dua hal yang berbeda. Konflik tidak selalu menghasilkan kerugian, tetapi juga membawa dampak yang konstruktif bagi pihak-pihak yang terlibat, sedangkan agresi hanya membawa dampak-dampak yang merugikan bagi individu.


E.    Penanggulangan Dan Penyelesaian Konflik.
Pendekatan penanggulangan dan penanganan konflik oleh pemimpin dikategorikan dalam dua dimensi ialah kerjasama/tidak kerjasama dan tegas/tidak tegas. Dengan menggunakan kedua macam dimensi tersebut ada 5 macam pendekatan penyelesaian konflik ialah :
1. Kompetisi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan satu pihak mengalahkan atau mengorbankan yang lain. Penyelesaian bentuk kompetisi dikenal dengan istilah win-lose orientation.

2. Akomodasi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan kompetisi bayangan cermin yang memberikan keseluruhannya penyelesaian pada pihak lain tanpa ada usaha memperjuangkan tujuannya sendiri. Proses tersebut adalah taktik perdamaian.

3. Sharing
Suatu pendekatan penyelesaian kompromistis antara dominasi kelompok dan kelompok damai. Satu pihak memberi dan yang lkain menerima sesuatu. Kedua kelompok berpikiran moderat, tidak lengkap, tetapi memuaskan.

4. Kolaborasi
Bentuk usaha penyelesaian konflik yang memuaskan kedua belah pihak. Usaha ini adalah pendekatan pemecahan problem (problem-solving approach) yang memerlukan integrasi dari kedua pihak.

5. Penghindaran
Menyangkut ketidakpedulian dari kedua kelompok. Keadaaan ini menggambarkan penarikan kepentingan atau mengacuhkan kepentingan kelompok lain.

Sedangkan dalam wikipedia dijelaskan Cara-cara Pemecahan konflik seperti :
1.    Gencatan senjata, yaitu penangguhan permusuhan untuk jangka waktu tertentu, guna melakukan suatu pekerjaan tertentu yang tidak boleh diganggu. Misalnya : untuk melakukan perawatan bagi yang luka-luka, mengubur yang tewas, atau mengadakan perundingan perdamaian, merayakan hari suci keagamaan, dan lain-lain.
2.    Abitrasi, yaitu suatu perselisihan yang langsung dihentikan oleh pihak ketiga yang memberikan keputusan dan diterima serta ditaati oleh kedua belah pihak. Kejadian seperti ini terlihat setiap hari dan berulangkali di mana saja dalam masyarakat, bersifat spontan dan informal. Jika pihak ketiga tidak bisa dipilih maka pemerintah biasanya menunjuk pengadilan.
3.    Mediasi, yaitu penghentian pertikaian oleh pihak ketiga tetapi tidak diberikan keputusan yang mengikat. Contoh : PBB membantu menyelesaikan perselisihan antara Indonesia dengan Belanda.
4.    Konsiliasi, yaitu usaha untuk mempertemukan keinginan pihak-pihak yang berselisih sehingga tercapai persetujuan bersama. Misalnya panitia tetap penyelesaikan perburuhan yang dibentuk Departemen Tenaga Kerja. Bertugas menyelesaikan persoalan upah, jam kerja, kesejahteraan buruh, hari-hari libur, dan lain-lain.
5.    Stalemate, yaitu keadaan ketika kedua belah pihak yang bertentangan memiliki kekuatan yang seimbang, lalu berhenti pada suatu titik tidak saling menyerang. Keadaan ini terjadi karena kedua belah pihak tidak mungkin lagi untuk maju atau mundur. Sebagai contoh : adu senjata antara Amerika Serikat dan Uni Soviet pada masa Perang dingin.
6.    Adjudication (ajudikasi), yaitu penyelesaian perkara atau sengketa di pengadilan.
Adapun cara-cara yang lain untuk memecahkan konflik adalah :
  •  Elimination, yaitu pengunduran diri salah satu pihak yang terlibat di dalam konflik, yang diungkapkan dengan ucapan antara lain : kami mengalah, kami keluar, dan sebagainya.
  • Subjugation atau domination, yaitu orang atau pihak yang mempunyai kekuatan terbesar untuk dapat memaksa orang atau pihak lain menaatinya. Sudah barang tentu cara ini bukan suatu cara pemecahan yang memuaskan bagi pihak-pihak yang terlibat.
  • Majority rule, yaitu suara terbanyak yang ditentukan melalui voting untuk mengambil keputusan tanpa mempertimbangkan argumentasi.
  • Minority consent, yaitu kemenangan kelompok mayoritas yang diterima dengan senang hati oleh kelompok minoritas.  Kelompok minoritas sama sekali tidak merasa dikalahkan dan sepakat untuk melakukan kerja sama dengan kelompok mayoritas.
  • Kompromi, yaitu jalan tengah yang dicapai oleh pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik.
  • Integrasi, yaitu mendiskusikan, menelaah, dan mempertimbangkan kembali pendapat-pendapat sampai diperoleh suatu keputusan yang memaksa semua pihak.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Konflik tidak selamanya berakibat negatif bagi masyarakat. Jika bisa dikelola dengan baik, konflik justru bisa menghasilkan hal-hal yang positif. Misalnya, sebagai pemicu perubahan dalam masyarakat, memperbarui kualitas keputusan, menciptakan inovasi dan kreativitas, sebagai sarana evaluasi, dan lain sebagainya. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan bahwa jika konflik tidak dikelola dengan baik dan benar, maka akan menimbulkan dampak negatif dan merugikan bagi masyarakat. 
Sebagai sebuah catatan bahwa dalam upaya menyelesaikan konflik haruslah dipahami betul kompleksitas serta kerumitan konflik yang dihadapi. Semua harus sadar bahwa setiap konflik memiliki kompleksitas masing-masing sehingga tidak bisa begitu saja mengaplikasikan sebuah teori untuk menyelesaikannya. Semua juga harus ingat bahwa selain teori-teori resolusi konflik yang ada, sebenarnya masyarakat juga memiliki budaya sendiri dalam menyelesaikan masalahnya. Namun demikian, penyelesaian konflik sering melupakan adat dan budaya lokal tersebut. Untuk itulah penting untuk menggali kembali kekayaan budaya sendiri.

B.    Saran
Sebaiknya kita sebagai bangsa dan negara yang beragama dan juga bernegara hukum, seharusnya kita berusaha menghindari adanya konflik sosial di antara masyarakat, agar Negara kita ini  bisa menjadi Negara yang penuh dengan kedamaian, kerukunan dan bebas dari segala jenis konflik dan pertentangan.



DAFTAR PUSTAKA

Soekanto, Soerjono. Sosiologi, Suatu Pengantar. Jakarta : PT RajaGrafindo, 2006.
Simon Fisher, 2001, Mengelola Konflik: ketrampilan dan Strategi Untuk Bertindak, Jakarta: The British Council
http://kamus-oke.blogspot.com/2012/06/pengertian-konflik-sosial.html
http://blog.komputerbutut.com/campuran/menyelesaikan-permasalahan-konflik-sosial.php
Dahrendorf, 1998,  dalam Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganada, Jakarta: Rajawali Press
Campbell, Tom. Tujuh Teori Sosial, Sketsa Penilaian Perbandingan.Yogyakarta: Kanisius, 1994.